Rabu, 23 Desember 2015

HAKIKAT MUHAMMAD

Pada tanggal 12 Rabiul awal tahun gajah atau tanggal 20 April 571 Masehi yang lalu telah lahir seorang manusia yang menjadi Rahmatan Lil Alamin dan menyandang derajat keterpujian yang tidak terukur ketinggian dan kesempurnaannya serta kelak membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Manusia tersebut adalah Ahmad yang kemudian menyandang nilai-nilai Ke-Muhammad-an yang sangat tinggi sehingga beliau berhak menyandang gelar Muhammad yaitu yang sangat terpuji dan selalu dipuja dan dipuji, yang menjadi Rahmatan Lil Alamin dan Uswatun Hasanah bagi seluruh makhluk yang ada di alam semesta Raya ini.
Kata Muhammad apabila kita renungkan lebih dalam lagi dapat diartikan secara lahiriah maupun secara batiniah, yaitu :
Pertama, Muhammad secara lahiriah adalah menunjuk kepada satu sosok seorang manusia biasa yang mempunyai sifat terpuji dan diutus oleh Allah untuk menyampaikan seruan atau ajaran Tauhid kepada seluruh umat manusia.
Katakanlah : “sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Maha Esa….” (QS Al Kahfi 18 : 110).
Sebagai manusia biasa, Muhammad merupakan prothotype manusia sempurna yang patut menjadi Uswatun Hasanah bagi seluruh umat manusia. Sebutan “Manusia Sempurna” sering disalahartikan oleh sebagian besar umat Islam, yakni Manusia sempurna adalah sosok manusia yang serba bisa, serba tahu, serba baik dan lain sebagainya. Padahal jika kita kaji dan renungkan kembali hakikat dari istilah “Sempurna” itu, mempunyai unsur keseimbangan, kesepadanan, kesesuaian dan keharmonisan dalam hal apapun. Dalam kajian Tauhid, kesempurnaan yang paling sempurna pada hakikatnya adalah Allah SWT itu sendiri. Apa yang diciptakan Allah di alam semesta ini merupakan ciptaan yang Maha Sempurna dan tidak ada yang sia-sia, sesuai dengan firman-Nya :
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis, kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan yang Maha Pemurah, sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang adakah kamu melihat sesuatu yang tidak seimbang”?. (QS Al Mulk 67 : 3).
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapa orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka” (QS Shad 38 : 27).
“…Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau ciptakan semua ini dengan sia-sia, maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS Ali Imran 3 : 191).
Berdasarkan firman tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa apa yang terjadi dan apa yang dicipta di alam semesta ini adalah suatu kesempurnaan yang tidak sia-sia, baik sifat maupun bentuknya. Misalnya seperti : baik-buruk, indah-jelek, terpuji-tercela, siang-malam, panas-dingin, panjang-pendek, siang-malam, pria-wanita, besar-kecil dan sebagainya. Jadi suatu kesempurnaan adalah satu keseimbangan antara dua sifat atau unsure yang dikotomis atau bertolak belakang, sebab apabila hanya ada satu sifat saja atau ada baik saja, atau ada siang saja, atau ada dingin saja, hal itu bukanlah suatu yang dapat disebut sempurna.
Dengan dalih bahwa kita tidak akan sanggup mencapai derajat sempurna seperti Nabi Muhammad, banyak umat Islam merasa tidak perlu mencontoh semua apa yang telah diteladani oleh Nabi Muhammad SAW, terutama peristiwa Isra’ dan Mi’raj-nya beliau. Padahal sebagai Guru Besar bidang Tauhid Islam, beliau akan senang apabila seluruh umatnya dapat mencontoh semua teladannya., baik lahir maupun batin, bahkan beliau akan lebih senang lagi apabila ada umatnya yang dapat melebihi beliau.
Di dalam Al Qur’an telah diterangkan bahwa Muhammad SAW adalah contoh yang paling baik bagi umat manusia yang menghendaki perjumpaan dengan Allah ketika kita masih hidup di atas dunia. Hal ini sesuai dengan firman Allah ;
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagi kamu, yaitu bagi orang-orang yang mengharapkan menemui Allah dan Hari Akhir dan mengingat Allah sebanyak-banyak” (QS Al Ahzab 33 : 21).
Sebagian ahli tafsir, banyak yang menterjemahkan ayat tersebut dengan iftiro atau menambah-nambahkan ayat tersebut dengan kata “mengharapkan rahmat Allah”, padahal bunyi sebenarnya adalah “Laqod kaana lakum fii Rasulillahi uswatu hasanatun liman kaana yaarjullohu walyaumil akhirawadzakarooloha kasyiron”.
Dalam ayat tersebut terdapat kata “yarjulloha” yang berarti mengharap Allah. Jadi bukan mengharapkan rahmat Allah atau mengharapkan ridha Allah, atau mengharapkan pahala Allah, atau mengharapkan rezeki Allah, tetapi yang benar adalah mengharapkan Allah semata. Bahkan kalau boleh dipertegas lagi ayat tersebut bermakna : “Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang paling baik bai kamu, yaitu bagi orang yang mengharapkan menemui Allah dan hari akhir dan banyak mengingat Allah”. Berdasarkan ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa Rasulullah adalah contoh yang paling baik bagi umat manusia yang ingin mengharapkan bertemu dengan Allah di dunia ini, dan juga bertemu dengan hari akhir, agar kita dapat mengingat Allah sebanyak-banyaknya. Sebab mustahil kita dapat mengingat Allah apabila kita belum pernah bertemu dan melihat Allah.
Kedua, Muhammad secara batiniah adalah suatu anasir Yang Bersifat Terpuji, yang telah dimiliki oleh setiap manusia tanpa kecuali. Tetapi yang sangat disayangkan adalah bahwa tidak semua umat manusia yang menyadari keberadaan anasir tersebut, apalagi menumbuhkannya dalam kehidupan sehari-harinya. Sehingga tidaklah mengherankan apabila banyak orang yang mengaku umat Muhammad atau umat yang sangat terpuji, justru banyak melakukan perbuatan tercela. Hal ini diakibatkan karena mereka belum dapat meneyerap Muhammad dalam arti nilai-nilai keterpujian, di setiap aktivitas hidupnya dalam bermasyarakat. Padahal setiap harinya mereka selalu mengatakan : “Aku telah menyaksikan bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku telah menyaksikan bahwa Muhammad adalah Utusan Allah”. Kalimat Syahadat tersebut mempunyai makna yang sangat dalam sekali, yaitu saksinya seorang pesaksi yang menyaksikan kepada siapa dia bersaksi. Secara hakikat, makna simbolis dari “wa asyhadu an la Muhammad Rasulullah” adalah sebuah pengakuan bahwa setiap diri telah ditempati oleh anasir Terpuji yaitu Nur Muhammad, yang harus diimani dan diikuti sesuai dengan firman Allah dalam Al Qur’an dan juga sabda Nabi Muhammad SAW :
“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya di dalam dirimu ada Rasulullah …” (QS Al Hujurot 49 : 7).
Katakanlah : “Jika kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu” QS Ali Imran 3 : 31).
“Muhammad itu sekali-kalilah bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu tetapi dia adalah Rasul Allah dan penutup Nabi-Nabi. Dan sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segalanya” (QS Al Ahzab 33 : 40).
“Orang-orang yang telah kami beri Al Kitab, mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya” (QS Al Baqarah 2 : 146).
“Ana ahmad bi la mim, wa ana ‘arabbi bi la ‘ain, wa man roaini, innaroaitul haq” Aku ahmad tanpa huruf mim dan aku adalah ‘arabbi tanpa huruf ‘ain, barang siapa melihat aku, sesungguhnya telah melihat Sang Maha Benar” (Hadits).
“Yang pertama kali diciptakan oleh Allah SWT adalah Cahaya-ku, wahai Jabir (HR Ibnu jabir). "Siapa saja yang mengatakan Muhammad Rasulullah telah mati, akan saya bunuh !" (Umar bin Khatab)
"Siapa yang menyembah Muhammad bin Abdullah, beliau telah mati. Siapa yang menyembah Wajah Allah, Dia-lah Yang Maha Abadi" (Abu Bakr Ash Shidiq)
"Dan janganlah kamu anggap mati orang-orang mati di Jalan Allah, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dan diberi Rezeki" (QS 3 : 169)
"Aku adalah Ahmad tanpa huruf mim. Aku adalah 'Arabbi tanpa huruf 'ain. Barang siapa melihat aku, sesungguhnya ia telah melihat Al Haqq" (Hadits)
"Sebuah makam dan kubah dan menara kecil tidaklah menyenangkan bagi para pengikut Yang Maha Besar.
"Makammu bukanlah diperindah oleh batu, kayu dan plesteran.
Bukan, bukan itu, melainkan dengan menggali makam untuk dirimu sendiri dalam kesucian ruhani dan menguburkan egoisme dirimu dalam Egoisme-Nya.
Dan menjadi debu-Nya dan terkubur dalam Cinta-Nya, sehingga Nafas-Nya dapat memenuhi dan menghidupimu"
(Jalaluddin Ar Rumi)
"Ya Nabi Salam 'alaika. Ya Rasul Salam 'alaika. Anta Syamsun, anta Badrun, anata Nuurun fauqo Nuurin !"

Kuswanto Abu Irsyad ( prana bumi )

Jumat, 18 Desember 2015

MURSYID & SALIK

Wahai Mursyidku, melalui tanganmu,
Barulah aku bisa Mendengar Qalam-Nya
di ujung ibu jariku,
Menyaksikan Nur-Nya
di ujung jari telunjukku, 
Mencium aroma Kesturi-Nya
di ujung jari tengahku
Dan mengecap Manna dan Salwa-Nya
di ujung jari manis dan jari kelingkingku.
Yang menyebabkan ku terfana
di malam Purnama Sidi".
Setiap murid yang sudah ditawajuh, maka secara bertahap ia akan mendapatkan empat pengalaman spiritual yaitu pertama, ketika menutup telinganya, ia akan mendengar suara kalam Ilahi berupa nada-nada, yang membuat nafsu amarah terdiam. Kedua, ketika menutup matanya, ia akan melihat Nur Ilahi, yang membuat nafsu sufiyahnya terdiam. Ketiga, ketika menutup hidungnya, maka ia akan mencium semerbak wangi aroma kesturi-Nya, yang membuat nafsu mutmainahnya terdiam. Keempat, ketika ia menutup mulutnya, maka ia akan mengecap lezatnya manis madu Ilahi.
Sesungguhnya belajar Ilmu Kerohanian dari guru satu ke guru lainnya, ibarat menaiki anak tangga satu persatu.
Janganlah menganggap rendah anak tangga sebelumnya, ketika kita berada di anak tangga selanjutnya.
Jadilah An Nahl, yang terbang dari satu bunga ke bunga lainnya untuk menyerap Manisnya Madu sari bunga, tanpa merusak bunganya. Karena setiap bunga mempunyai keindahannya tersendiri, dibalik ketidak sempurnaannya.
"Janganlah lihat siapa yang berkata, tapi dengarkan apa yang dikatakannya" (Ali bin Abi Thalib)
"Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu maka baginya neraka". (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
"Yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal". (QS 39:18)
Guru Wadag, Guru Ghaib dan Guru Sejati adalah pembimbing yang berjasa dalam menjalani hidup dan kehidupan setiap diri.

BALA & DOA

"Sesungguhnya doa dan musibah itu berada diantara langit dan bumi saling bertempur dan doa itu dapat mengalahkan musibah sebelum musibah itu turun.” (HR. At Thabrani)

“Allaahumma innii a’uuzubika min jahdil balaa’i wa darakisy syaqaa’i wa suu‘il qadaa’i wa syamaatatil a’dai”

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari musibah yang berat, celaka yang menimpa, keputusan (qada) yang buruk, dan kejahatan para musuh. (HR. Bukhari)”

Kuswanto Abu Irsyad ( prana bumi )

IMAN, ISLAM, & IHSAN

Kita mengenal istilah Iman, Islam dan Ihsan, yang pada hakekatnya adalah suatu proses perjalanan pengalaman keberagamaan kita yang berjenjang dari tingkat Iman, terus ke tingkat Islam dan mencapai puncaknya ke Tingkat Ihsan.
Tingkat pertama yang harus dijalani adalah Tingkat Iman, yaitu dimana seseorang harus mengimani apa yang termaktub dalam rukun iman, yaitu iman kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rasul-Nya, Hari Kiamat-Nya dan Takdir-Nya. Iman artinya percaya. Logikanya, keimanan atau kepercayaan itu akan tumbuh dalam diri seseorang, kalau dia sudah membuktikan apa yang di imaninya, inilah yang dinamakan Isbatul Yakin = Keyakinan berdasarkan bukti secara langsung.
Diantara kita kadang mengimani keberadaan rukun Iman itu, hanya berdasarkan kata-kata yang didengar melalui telinga, misalnya dari kecil kita sudah mendengar kata “Allah”, “Malaikat”, “Rasul” dan lain sebagainya, kemudian hal tersebut diyakini keberadaannya, padahal kita selama ini belum pernah melihat Allah, Malaikat-Nya dan Rasul-Nya. Inilah yang disebut dengan iman berdasarkan pendengaran. Sehingga pengalaman keberagamaan kita hanya sebatas pendengaran saja atau yang disebut dengan Agama Samawi. Oleh karena itu, marilah kita tingkatkan iman kita dari hanya sebatas mendengar ke tingkatan Iman berdasarkan Isbat, sehingga kita menjadi orang yang shaleh dalam bidang Spiritual.
”Dan diantara manusia ada yang menyembah Allah hanya sebatas Harf..” (QS 22 : 11)
Tingkat kedua yang harus dijalani adalah Tingkat Islam, yaitu dimana seseorang yang telah beriman kepada apa yang termaktub dalam rukun Iman berdasarkan Isbat, mulai menjalankan rukun Islam, yang termaktub dalam rukun Islam yaitu Syahadat, Sholat, Zakat, Shaum dan Haji. Islam mempunyai arti Damai, Pasrah dan Lunas Hutang. Semua ritual Islam itu pada hakekatnya adalah simbol-simbol yang menjembatani antara dunia spiritual/keimanan (Keshalehan Spiritual) dengan dunia Sosial/keihsanan (Keshalehan Sosial).
Diantara kita kadang ada yang melakukan ritual Islam yang termaktub dalam rukun Islam, hanya sebatas untuk menggugurkan kewajiban saja, sehingga hakekat tujuan akhir dari simbol-simbol ritual Islam tersebut, tidak tercapai. Misalkan, kita sering bersyahadat tapi bersyahadat palsu, bersholat tapi tidak terhindar dari perbuatan keji dan mungkar, berzakat, tapi tidak membersihkan (menzakatkan) diri dari sifat2 tidak terpuji. Bershaum, tapi tidak bisa menahan diri dari perilku negatif. Berhaji, tapi tidak berbuat kemabruran (Kebajikan). Sehingga akhirnya walaupun kita sering melakukan ritual rukun Islam dengan baik dan teratur, tetapi kita tidak juga menjadi orang yang baik (Ihsan). Oleh karena itu marilah kita, tingkatkan KeIslaman kita ketingkat yang lebih tinggi yaitu ke Tingkan Ihsan.
”Hai sekalian orang yang beriman, masuklah ke dalam Islam secara kafah......” (QS 2 : 208)
Tingkat ke tiga yang harus dijalani adalah Tingkat Ihsan, yaitu dimana seseorang yang telah beriman dan berislam yang termaktub dalam rukun iman dan rukun islam, mulai mengaplikasikan nilai-nilai keimanan dan keislamannya itu dalam hidup bersosial kemasyarakatan, dimana ia selalu berperilaku sebagai orang yang baik (muhsin) dengan mengikuti norma-norma yang berlaku dalam kehidupan beragama, bermasyarakat dan bernegara, dengan di dasari bahwa semua perilakunya selalu merasa seolah-olah di lihat Allah, sehingga ia malu kalau perilakunya melanggar hukum-hukum Allah. Orang yang sudah menjalani jenjang Iman, Islam dan Ihsan dengan sempurna, disebut dengan orang yang telah menjalani kehidupan agamanya dengan sempurna.
”....Pada hari ini telah Aku sempurnakan Ad Din-mu dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan telah Aku ridhoi Islam (Sejati) ini sebagai agamamu...” QS 4 : 3)


Kuswanto Abu Irsyad ( prana bumi )

STATUS MALAM JUMAT

JIMA` mempunyai arti BERKUMPUL, yang dapat dikembangkan lagi dalam pengertian " berkumpulnya atau berhubungannya pasangan suami istri yang sah dalam mencapai sebuah kenikmatan ". Orang-orang ma'rifat khususnya di "malam jum`at" pasti melakukan jima` (tapi bukan yg di maksud hubungan intim saja), melainkan berjima` dengan "Karya Agung" yang penuh gairah dan tak kenal lelah dalam mencapai sebuah kenikmatan yang tiada tara. Kita juga seharusnya bisa mengikuti jejak mereka dengan memperbanyak jima` di malam jum`at khususnya, dan umumnya pada malam-malam yang lainnya dengan berbagai "gaya" yang menjadi perantara mencapai kenikmatan "bersetubuh" dengan Sang Pencipta, sampai mencapai "orgasme spritual"....
Sedangkan kata ZINAH mempunyai arti PERHIASAN YANG MELALAIKAN, dan bila dikaitkan dengan kata jima` diatas, dapat mengandung arti "Hubungan intim yang tidak halal atau tidak melewati akad pernikahan". Larangan berzinah sudah jelas tersurat dan termaktub dalam Kitabullah dan Sunah Rasul, bahkan mendekatinya saja tidak diperbolehkan karena akan membuat lalai atau lupa. Secara haqiqat, jika kita melihat benda apa saja, bisa saja termasuk zinah, jika dengan penglihatan itu bisa membuat hati lalai atau lupa terhadap Sang Pencipta...oleh sebab itu lakukan Nikah bil Yad nya dengan benar.




Kuswanto Abu Irsyad ( prana bumi )

GUNDUL-GUNDUL PACUL

Nembang Yuk : GUNDUL-GUNDUL PACUL
Tembang Jawa ini konon diciptakan pada tahun 1400-an oleh Kanjeng Sunan Kalijaga, ternyata mempunyai arti filosofis yang dalam..
GUNDUL = kehormatan tanpa mahkota..
PACUL = cangkul, yaitu alat petani yang terbuat dari lempeng besi segi empat..
Jadi pacul adalah lambang dari kawula rendah, kebanyakan petani..
Gundul Pacul, artinya bahwa seorang pemimpin sesungguhnya bukan orang yang diberi mahkota, tetapi dia adalah pemimpin yang mengupayakan kesejahteraan bagi rakyatnya..
Orang Jawa mengatakan pacul adalah "papat kang ucul."
Kemuliaan seseorang tergantung dari 4 (empat) hal, yaitu bagaimana menggunakan mata, hidung, telinga dan mulutnya :
1. Mata untuk melihat kesulitan rakyat/masyarakat/orang banyak..
2. Telinga untuk mendengar nasehat..
3. Hidung untuk mencium aroma kebaikan..
4. Mulut untuk berkata adil..
Jika 4 (empat) hal itu lepas, maka lepaslah kehormatannya..
Gembelengan artinya : besar kepala, sombong dan bermain-main dalam menggunakan kehormatannya..
GUNDUL GUNDUL PACUL-CUL.
Jika orang yang kepalanya sudah kehilangan 4 (empat) indera itu, mengakibatkan :
a. GEMBELENGAN (Congkak/sombong)..
b. NYUNGGI-NYUNGGI WAKUL KUL.
(Menjunjung amanah rakyat/orang banyak) dengan.. GEMBELENGAN (sombong hati)..
c. WAKUL NGGLIMPANG.
(Amanah/kekuasaan jatuh tak bisa dipertahankan)..
d. SEGANE DADI SAK LATAR.
(Berantakan sia-sia, tak bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat)..
Ternyata lagu yang bernada lucu dan gembira ini bermakna dalam dan mulia...

Kuswanto Abu Irsyad ( prana bumi )

MENGENAL HAKEKAT SHOLAWAT

Sesungguhnya orang-orang yang memaggilmu (bershalawat) dari belakang bilik-bilik (masih terhijab batinnya) itu, kebanyakan mereka tidak mengerti. Dan sekiranya mereka bersabar, sampai engkau (Nur Muhammad) keluar (menampakkan) kepada mereka, niscaya hal itu lebih baik bagi mereka. Dan Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang" (QS 49 : 4-5)
Kebanyakan umat Islam, tidak tahu apa arti dari hakekat shalawat, tapi baru mengetahui bacaan shalawat yang berupa tulisan, padahal tulisan “allahumma shalli ‘ala muhammad wa ‘ala ali muhammad” bukanlah shalawat, ini hanya tulisan. Jika dibaca maka bunyinya –allahumma shalli ‘ala muhammad wa ‘ala ali muhammad- ini juga bukan shalawat, (ketika dibaca terdengar “bunyi bacaan shalawat”). Kita mbil contoh lain, dari huruf m a k a n kita mendengar bunyi –makan- dan ini bukan “makan”, karena huruf m a k a n (1), berbunyi –makan- (2), adalah action “makan”. Contoh lain, dari huruf s h a l a t (1) berbunyi –shalat- (2), ada action “shalat , diawali dengan takbir diakhiri dengan salam. Kembali ke s h a l a w a t (1), terbaca/berbunyi –shalawat- (2), actionnya…(3)? Jika dijawab : Itu…allahumma shalli ‘ala muhammad wa ‘ala ali muhammad…Lho itu kan bacaannya….Jadi ada hal yang harus kita pertanyakan. *Bagaimanakah action shalawat itu sehingga jika kita melakukan action itu secara otomatis melewati wilayah s h a l a w a t dan –shalawat.
Lewat action “makan” di dalamnya kita telah m a k a n dan –makan-. Dengan penjelasan di atas dapat disimpulkan untuk setiap konsep, pemahamnya selalu ada tiga. Jadi ada segitiga pemahaman konsep. * Untuk/kepada siapakah “shalawat” itu diberikan/ditujukan? Jika melihat bunyi ayat tentang shalawat…inna llaha wa malaikatahu yushalluna ‘ala nnabiyyi ya ayyuha lladzina amanu shallu ‘alayhi wa sallimu taslima…maka shalawat ditujukan kepada Nabi Muhammad s.a.w.) …bacaannya ..allahumma shalli ‘ala muhammad wa ‘ala ali muhammad…Menurut pendapat saya pribadi….sangat pantas beliau mendapat penghargaan seperti itu…sangat tidak mengherankan jika orang-orang yang hidup di sekeliling beliau siap mati…siap berkorban…siap meninggalkan kemewahan dunia…anak..isteri..jabatan…..karena beliau memberi tuntunan sehingga para sahabat dapat “melihat” dapat “mendengar”, dan dapat “berbicara”. Apa yang bisa menandingi kebahagiaan tak terukur yang diakibatkan dari bisa “melihat”, bisa “mendengar, dan bisa “berbicara”.Jawabannya “tidak ada”. Ada ayat yang sangat “keras” bunyinya : (lebih kurang) Katakan :Jika bapakmu, anakmu, harta bendamu, niaga yang kau khawatirkan untung ruginya lebih aku cintai daripada aku maka rasakanlah azabku.* Lalu bagaimana beliau ber”shalawat” kepada “diri”nya sendiri?Beliau tidak akan membunyikan bacaan shalawat. Tapi beliau melakukan actionnya. Lalu sekarang ini apakah kita sudah bisa menulis a l l a h u m m a s h a l l i ‘ a l a m u h a m m a d w a ‘ a l a a l i m u h a m m a d, apakah kita sudah bisa membaca tulisan itu sehingga berbunyi –allahumma shalli ‘ala muhammad wa ‘ala ali muhammad , dan apakah kita sudah bisa actionnya…?
Catatan : Kita memang kadang sering lupa bahwa cahaya terang di ruangan ini karena ada bohlam dan bohlam bisa menyala karena ada gardu dan gardu ini tak berarti apa-apa jika tidak ada listriknya…dan tentang listrik ini kita sebenarnya hanya melihat “tanda-tanda adanya listrik/gejala listrik”. Saya tidak bisa melihat listriknya. Kembali ke firman Allah surat Al Ahzab 33 : 56, Allah telah berfirman :
“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikatnya bersholawat atas Nabi; hai orang-orang yang beriman, bersholawatlah untuk Nabi dan ucapkan s a l a m dengan penghormatan kepadanya”.(QS Al-Ahzab 33:56)
Berdasarkan fiman Allah seperti tersebut diatas, umat Islam diperintahkan untuk bersholawat kepada Nabi Muhammad SAW. Pada saat ini kita mengenal beberapa jenis kalimat sholawat yang dibuat oleh para Ulama, sesuai dengan keyakinan dan ajaran alirannya masing-masing, diantaranya adalah sebagai berikut :
“Semoga Allah memberi sholawat atas Nabi kita, “Muhammad” dan atas “Keluarga” serta Sahabat-sahabatnya”.
“Dan berikanlah rahmat Allah dan salam Allah atas Nabinya “Muhammad” dan atas keluarganya dan sahabatnya”.
“Ya Allah” berilah rahmat dan sejahtera atas penghulu Nabi kami Muhammad Rosulullah”.
Dalam dunia kaum Ma’rifatullah, terdapat sebuah hadits yang cukup terkenal, yaitu :
“Dia (Allah) berada dalam qolbu hambanya yang beriman”. (Al Hadits)
Qolbu yang tersebut dalam hadits Nabi di atas oleh kaum Ma’rifatullah dinamakan :
Mahligai–Nya Allah
Keraton-Nya Allah
Istana-Nya Allah
Masjid-Nya Allah
Rumah-Nya Allah
“Qolbu” itu disebut juga “Induknya Rasa” dan juga disebut “Babuning Roh atau Rohul Qudus atau Hu”.
Induknya Rasa atau “Rasanya Allah“ sama dengan Rasa Hakekat Muhammad. Sedangkan Babuning Roh itu sama dengan “Hakekat Muhammad” juga. Jadi “Rasa Allah” (Rosulullah) adalah Hakekat Muhammad yaitu “Hakekat Rosul Allah”.
.
jadi kesimpulannya adalah bahwa Qolbu itu adalah “Muhammad” sebagai makhluk pertama yang Allah ciptakan dari Diri-Nya sendiri atau disebut juga dengan “Sifatullah” atau “Nurullah” atau Jauhar Awal (Cahaya Pertama) atau Hu, yaitu “Hakekat Muhammad”.
Bermula manusia (Muhammad) itu rahasia-Ku dan Aku adalah rahasianya dan rahasia-Ku adalah sifat-Ku dan sifat-Ku tidak lain adalah Aku. ( Hadits Qudsi )
“ Aku (muhammad) berasal dari Allah dan Alam ini bersal dari Aku (Muhammad). ( Hadits Qudsi )
Telah datang akan kamu dari pada Allah itu “NUR”. (yaitu Nabi kita Muhammad SAW). (QS An-Nisa 4:174)
“…………. Dan dia (Hu) bersama kamu dimana saja kamu berada” (atau jikasudah menjadi insan yang suci, Dia selalu bersamamu). (QS Al-Mujadilah 58 : 7)
“…………. Kami lebih dekat denganmu, dibanding leher dan urat lehermu”. (QS Qaf 50:16)
TUJUAN BERSHOLAWAT.
Tujuan bersholawat dan mengucapkan salam atas Nabi Muhammad SAW, atas keluarganya, serta sahabat-sahabatnya, terbagi atas 2 (dua) pendapat yang dapat diartikan secara Syariat dan secara Hakikat yaitu :
1. Secara Syariat.
Umat Islam bersholawat dan mengucapkan salam atas Nabi Muhammad SAW, keluarganya dan atas sahabat-sahabatnya, secara terperinci ditujukan kepada:
a. Rosul dan Nabi Muhammad bin Abdulah yaitu insan yang dibersihkan dan disucikan oleh Allah SWT. Dan diangkat sebagai Nabi dan Rosul terakhir yang sekarang sudah tidak ada lagi (wafat).
b. Keluarga Muhammad SAW yaitu : “Anak–istri-Ibu-Bapak-saudara dan famili yang terdekat. ( Mungkin juga termasuk pamannya yang bernama Abu Jahal yang selalu menjadi rintangan tugas Nabi ).
Kesemuanya itu sudah tidak ada lagi (wafat).
c. Para sahabat-sahabatnya yaitu yang diamksud : Abubakar r.a. – Umar – Usman r.a ‘Ali r.a. dsb. Ini pun keseluruhanya sudah tidak ada lagi. (wafat)
2. Secara Hakekat.
Umat Islam yang sudah menguasai ilmu syariat, Hakikat, Tarekat dan Ma’rifat juga bersholawat dan mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi mereka bersholawat bukan ditujukan kepada Nabi Muhammad bin Abdullah, juga tidak ditujukan kepada para keluarga dan para sahabat Nabi, tapi ditujukan khusus kepada:
“Nabi Muhammad selaku Hakekat Rosul Allah, sebagai makhluk yang pertama kali diciptakan, makhluk yang tercinta dan termulia sesudah Allah, sebagai Rosul awal dan akhir yang diberi rahmat untuk semesta alam. (Ini pun tergantung sampai dimana tingkatan ilmu dan terbukanya hijab yang pernah dianugrahi Allah kepada hamba-hamba-Nya).
“ Muhammad itu bukanlah bapak dari salah seorang diantara kamu, tetapi ia adalah utusan Allah dan penghabisan semua Nabi”.(QS Al-Ahzab 33:40)
“Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya ditengah-tengah kamu ada Rasul Allah “. ( QS Al Hujurot 49 :7 )
“ Orang-orang yang telah Kami beri Al Kitab ( Kitab Yang Bercahaya ), mengenalnya ( Nur Muhammad ) seperti mengenal anak-anak meereka sendiri dan sesungguhnya segolongan diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahuinya “. ( QS Al Baqoroh 2 : 146 ) lihat juga QS Al An’am 6 : 20.
“Tugas Ku selesai setelah kiamat” (Hadits)
Disamping ditujukan khusus kepada Hakekat Muhammad ketika membaca sholawat, ada juga sebagian kaum Ma’rifatullah menyebutkan keluarga dan sahabat-sahabatnya Nabi dalam arti secara hakekat pula yaitu:
a. Yang dimaksud “Keluarga Muhammad” adalah mereka yang pernah mengenal kepada “Hakekat Muhammad” yaitu yang pernah ma’rifat kepada Dzat & Sifat Allah.
b. Yang dimaksud dengan para sahabat-sahabat Muhammad yaitu: mereka yang pernah Allah tunjukan jalan yang lurus; apakah mereka sudah sampai atau belum (tahap ma’rifat kepada Hakekat Rosul Muhammad atau disebut ma’rifat kepada Dzat dan sifat Allah). Hal ini tergantung dari keuletan, ketakwaan, keikhlasan, dan keimanan dalam menjalankan amar ma’ruf nahi mungkar yang diridhoi Allah, sesuai dengan ajaran agama Islam.
“Dan kalau sekiranya mereka bersabar sampai kamu (Muhammad) keluar menemui mereka, sesungguhnya itu adalah lebih baik bagi mereka dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(QS Al-Hujarat 49:5).
(Bahagialah mereka jika mereka bersabar sampai Hakekat Muhammad menampakan dirinya).
Umat Islam yang sudah sampai ke martabat Ma’rifatullah, selalu bersholawat kepada Nabi karena perintah Allah dalam Al Qur’an, dengan tidak menuntut imbalan jasa atau pahala.
a. “Bahagialah orang yang bertemu dan mengenal Aku dan beriman kepada-ku”. (Mereka sudah mencapai derajat Isbatul yakin kepada Hakekat Muhammad).
b. “Bahagialah, orang yang tidak bertemu aku, tapi bertemu dengan orang yang mengenal kepada-ku (ma’rifat) dan beriman kepada-ku”.
Mereka baru mencapai derajat ilmul yakin terhadap adanya Hakekat Muhammad dalam dirinya sesuai dengan ajaran Islam (ilmu) yang diterima dari guru mursyidnya yaitu guru yang pernah bertemu dan mengenal Hakekat Muhammad.
Mereka sudah dapat dianggap sebagai para “sahabat Nabi Muhammad” dan apabila mereka tekun dalam menjalankan “tarekat”, dan lebih bersabar serta lebih mencintai Allah dan Rosul-Nya, Insya Allah dapat meningkat dari “sahabat” menjadi “Keluarga” Nabi Muhammad.
c. “Bahagialah, orang yang tidak bertemu dengan aku dan juga tidak mengenal dengan orang yang mengenal kepada-ku (ma’rifat), tapi beriman kepada ku.
Mereka yang tidak bertemu dengan hakekat Muhammad dan juga tidak bertemu dengan orang yang mengenal Hakekat Muhammad (ma’rifat), sehingga tidak dapat “Berguru” kepadanya, tetapi beriman kepada Muhammad dan berguru kepada Ulama Syariat dan bisa mendapat ilmu dari hasil membaca buku yang dikarang oleh para “Ulama” besar, mereka berarti sudah percaya menurut kabar adanya Hakekat Muhammad pada dirinya sendiri.
Pada tahapan tersebut, mereka sudah termasuk umat Muhammad dan mudah-mudahan dengan izin Allah, dibukakan hijab yang menjadi penghalang Qolbu sehingga lamabat laun semoga Allah memberikan atau memancarkan Nurrun Ala Nurrin dan meningkat menjadi insane atau sahabat Hakekat Muhammad.
“Rasa Allah” itulah Rasa Muhammad, itulah induknya Rasa atau disebut “Hakekat Muhammad” induknya rasa yang bersih dan suci disebut “Qolbu mu’min” yang menjadi mahligai Allah.
Induk Rasa (Hakekat Muhammad) itu terbagi atas 2 kategori:
Terdiri dari 5 (lima) rasa lahir dan 1 (satu) rasa lahir batin yang mencangkup kelima rasa tersebut tadi. Jadi jumlahnya ada 6 (enam) rasa.
Rasa ke 1 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa jasad,
Rosulnya Adam a.s. dan sahabat Rosulnya “Adam Kholifatullah”
Rasa ke 2 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa pendengaran /kuping, Rosulnya Ibrahim a.s dan sahabat Rosulnya “Ibrahim Habibullah”
Rasa ke 3 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa penglihatan / mata, Rosulnya Daud a.s dan sahabat Rosulnya “Daud Kholilullah”
Rasa ke 4 “: Nyatanya dibadan kita yaitu rasa mulut/lidah, Rosulnya Musa a.s dan sahabat Rosulnya “ Musa Kalamullah”
Rasa ke 5 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa mencium atai hidung, Rosulnya Isa a.s dan sahabat Rosulnya “Isa Rohullah”
Rasa ke 6 : Nyatanya dibadan kita yaitu rasa Qolbu, rasa lahir batin yang mencakup kelima (5) rasa tersebut diatas atau disebut “Hakekat Muhammad” atau “Rosul/Rasa Allah”
Rosulnya Muhammad Saw. Dan sahabat Rosulnya “Muhammad Rosulullah”.
Dengan adanya keterangan / penjelasan tersebut diatas, semoga pembaca sudah dapat menangkap atau sudah dapat menerima bahwa yang dianggap Hakekat “Keluarga” dari Hakekat Muhammad itu adalah para Rosul dan para Nabi.
Para Nabi itu adalah bersaudara seayah dan seibu, syareatnya berbeda-beda, sedangkan asal dan pokok agamanya satu ( Hadits ).
Adapun yang dimaksud “ Sahabat-sahabat “dari Hakekat Muhammad itu adalah “Insan yang benar-benar beriman dan sedang menjalankan Sabilillah, berusaha mencapai tingkat tinggi, hingga diberi anugerah Allah untuk dapat ma’rifat (bertemu, melihat dan mengenal) dengan Hakekat Muhammad atau disebut “Sifatullah” atau “Hakekat Syahadat”.
Dimana ada sifat disitu ada Dzat. Dimana ada Muhammad disitu ada Allah.
Merekalah yang dianugerahi Ilmu Laduni yaitu “NURRUN ALA NURRIN” (ma’rifatullah).

Kuswanto Abu Irsyad ( prana bumi )